Oleh Asep Mulyana, Dindin Mahpudin, Hardini Rahmawati, Mad Soleh, Mastika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Sosiologi pendidikan dapat didefiniskan
sebagai suatu kajian yang mempelajari hubungan antar masyarakat yang didalamnya
terjadi interaksi sosial dengan pendidikan, dalam hal ini dapat dilihat juga
bagaimana pendidikan mempengaruhi masyarakat, ataupun sebaliknya bagaimana
masyarakat mempengaruhi pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas).
Pembelajaran yang tertuang dalam
kurikulum 2013 antara lain pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan
memberi ketauladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dam proses pembelajaran. Pembelajaran berlangsung di rumah, sekolah dan
di masyarakat. Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non formal dan
informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur. Sedangkan
pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan
bertanggungjawab.
Isu-isu sosiologi pendidikan sangat
penting untuk diketahui serta dikaji agar pendidikan yang berlansung dan
berkembang kearah yang lebih baik. Menurut Katamto Sunarto ada tiga pokok
bahasan sosiologi pendidikan yaitu: sosiologi pendidikan jenjang makro, meso
dan mikro. Ruang lingkup permasalahan sosiologi pendidika pada prinsipnya pada
masalah-masalah berikut ini:
a. Proses pendidikan sebagai interaksi
sosial.
b. Sekolah sebagai kelompok sosial.
c. Pengaruh lembaga sosial lain pada
lembaga pendidikan.
d. Fungsi lembaga pendidikan bagi
masyarakat.
Isu sosiologi pendidikan pada
jenjang makro, meso ataupun mikro akan selalu ada dan tidak mungkin dapat menghilang
seluruhnya, hal ini dikarenakan kehidupan manusia mengalami perubahan yang
cepat baik perubahan yang baik ataupun yang berdampak tidak baik.
Di negara berkembang seperti Indonesia,
isu pendidikan banyak terjadi (hampir menyeluruh)
di segala aspek. Kita
menyadari bahwa sumber daya manusia merupakan ujung tombak pembangunan negeri
ini ke arah negara maju. Generasi penerus nantinya diharapkan dapat membuat
negara ini bangkit dari keterpurukan, dapat bersaing dengan negara lain dan
menjadikan Indonesia menjadi negara maju. SDM yang baik tidak terlepas dari
peran bidang pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan mendapatkan perhatian yang
lebih banyak didalam anggaran negara, meskipun demikian bagaimana penggunaan anggaran
itu pun menjadi persoalan tersendiri.
Didalam makalah akan membahas tentang
isu sosiologi pendidikan pada jenjang maktro, meso dan miso, selain membahas
isunya, juga akan menginformasikan beberapa alternatif solusi yang bisa
dilakukan dalam menghadapi isu sosiologi pendidikan yang terjadi saat ini.
B. Tujuan
Penulisan Makalah.
Makalah ini dibuat sebagai tugas
kelompok pada mata kuliah Sosiologi Pendidikan serta bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan isu sosiologi pendidikan pada
jenjang makro, meso dan mikro serta alternatif pemecahan masalahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Isu Sosiologi
Pendidikan Pada Jenjang Makro.
Sosiologi pendidikan jenjang makro
mempelajari hubungan antara pendidikan dan institusi lain dalam masyarakat, misalnya
hubungan pendidikan dengan politik, hubungan pendidikan dengan ekonomi,
hubungan antara pendidikan dan agama. Isu yang terjadi pada jenjang ini adalah
merupakan isu umum yang terjadi di sebuah negara.
Pendidikan tidak mungkin dapat
berjalan tanpa adanya kerjasama dengan bidang lain. Didalam kerjasama ini
memungkinkan terjadinya permasalahan baru bagi pendidikan. Permasalahan dalam
hubungan dengan politik antara lain kebijakan program pendidikan tidak berpihak
pada seluruh lapisan masyarakat, hal ini terlihat dengan adanya gap antara
pendidikan yang dirasakan oleh masyarakat yang di kota besar dengan yang di daerah.
Kebijakan daerah memungkinkan adanya kebijakan yang berpihak pada kepentingan
golongan. Kebijakan bahwa kepala sekolah diangkat oleh Pemda melalui Dinas
Pendidikan sangat terlihat unsur kepentingannya, hal ini dibuktikan adanya
pengangkatan Kepala sekolah yang masih belum memenuhi kompetensinya sehingga
hal ini dapat mengakibatkan kehancuran bagi sekolah.
Anggaran pendidikan mencapai 20 persen
dari APBN ternyata masih banyak sarana dan prasarana masih belum tersedia
dengan baik. Pengelolaan dana pendidikan menurut KPK berpotensi menimbulkan
kerugian negara. Pada tahun 2014, sektor pendidikan mendapat alokasi dana sebesar
368 triliun, sebagian besar dana atau 268 triliun ditransfer ke daerah melalui
berbagai alokasi, seperti dana alokasi khusus dan dana alokasi umum. Hasil
temuan dana BOS tidak akuntabel, transparan dan proaktif. Meski mendapat
alokasi dana besar namun fakta ironi menunjukkan 30 juta anak tidak bisa
sekolah (Republika, 24 September 2014).
Seperti halnya hubungan antara
pendidikan dengan bidang politik, bidang ekonomi juga mempunyai permasalahan,
antaralain masih banyaknya pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Pendidikan
yang dijalankan oleh pemerintah melalui kebijakannya masih belum selaras dengan
harapan peningkatan ekonomi masyarakat. Kurikulum yang pernah ada belum menjaminan
lulusan dapat bekerja atau berwirausaha. Kurikulum 2013 yang sekarang ini
dijalankan diharapkan mampu menjawab tantangan bidang ekonomi, karena kurikulum
ini dibuat berdasarkan standar kompetensi lulusan dan Kompetensi inti yang
mengikat kompetensi dasar pada aspek sikap spiritual, sosial, pengetahuan dan
keterampilan.
Bidang pendidikan dan keagamaan
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, pendidikan yang dijalankan merujuk
pada hal baik yang diyakini oleh agama, setiap agama yang ada di Indonesia
mengharuskan penganutnya untuk berbuat baik, saling menghargai dsb.
Nilai-nilai agama seharusnya selalu
terlihat dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik secara sadar dan
terbiasa menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Didalam koran edukasi
edisi 135, menceritakan bahwa ada empat anak SD terpaksa harus berurusan dengan
kepolisian karena ketahuan mencuri uang di counter ponsel. Sebelumnya anak
tersebut mencuri kotak amal di mesjid. Hal tersebut mencerminkan bahwa pendidikan
dan agama belum berjalan baik karena anak yang masih belia sudah melakukan hal yang tidak
terpuji, selain itu banyak kasus bunuh diri yang terjadi pada usia sekolah.
B. Alternatif Pemecahan
Masalah Isu Sosiologi Pendidikan Pada Jenjang Makro.
Pemerintah harus meninjau ulang
beberapa kebijakan daerah yang ada kaitannya dengan pendidikan, serta melakukan
pengawasan yang lebih baik agar pelaksanaan pendidikan menjadi sesuai dengan cita-cita negara. Jika
ada beberapa keluhan dari masyarakat dikarenakan kebijakan daerah, pemerintah pusat
harus segera memperbaikinya.
Ketersediaan lapangan pekerjaan dan penyelenggaraan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha harus terus diupayakan
pemerintah baik pusat maupun daerah. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan
antara lain mendorong masyarakat untuk membuka kursus dan memberi kemudahan
ijin serta melakukan pengawasan. Sehingga peserta didik yang tidak mampu
melanjutkan sekolah dapat mengikuti kursus sebagai bekal untuk mencari
pekerjaan atau hidup mandiri. Selain itu kerjasama dengan kementerian lain dapat
dilakukan seperti membuka pendidikan
diploma satu atau diploma dua yang memfasilitasi keunggulan lokal untuk
memenuhi kebutuhan dunia usaha dan industri di daerahnya.
Kerjasama luar negeri atau bantuan
beasiswa untuk peserta didik semakin diperbanyak dan diperluas untuk daerah
yang tertinggal maupun masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah.
Negara yang berdasarkan Ketuhanan
YME seharusnya membuat masyarakat mempunyai sikap spiritual dan sosial yang
baik. Kementerian Agama harus menjadi tauladan masyarakat, yang programnya
dapat terintegrasi dengan bidang pendidikan. Kegiatan bidang pendidikan yang
dijalankan seharusnya berkaitan erat dengan bidang keagamaan. Kurikulum
pendidikan yang sekarang ini sudah memasukan unsur sikap spiritual dan menjadi
kompetensi inti (yang mengikat) setiap kompetensi dasar. Kurikulum yang sudah
baik ini diharapkan dapat terus dipakai dan berkembang ke arah yang lebih baik
sehingga menjadikan peserta didik yang cerdas dan berahlak mulia.
C. Isu Sosiologi
Pendidikan Pada Jenjang Meso.
Sosiologi pendidikan jenjang meso
yaitu mempelajari hubungan-hubungan dalam suatu organisasi pendidikan. Pokok
bahasan dalam jenjang meso antara lain tentang struktur organisasi sekolah,
peran dan fungsinya, serta hubungan antara organisasi sekolah dengan struktur
organisasi masyarakat lainnya.
Pembahasan masalah kependidikan pada
jenjang meso mencakup semua aspek, yang ada disekolah mulai dari kurikulum,
kegiatan di ruang kelas, keluarga, guru, pemerintah, masyarakat dan sekolah. Sekolah
mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk peserta didik agar kreatif,
inovatif dan mandiri. Peserta didik seharusnya dapat belajar tidak hanya
disekolah saja tetapi juga belajar dari interaksi dan pengalaman di lingkungan
sosialnya. Dengan menguasai berbagai keterampilan yang bermanfaat untuk merespon
kebutuhan hidupnya. Peran sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan mampu
membuat peserta didik menjadi lebih bermakna bagi masyarakatnya.
Ruang sekolah seharusnya nyaman, aman
dengan fasilitas yang lengkap sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Pembelajaran yng berlangsung disekolah harus pula menyenangkan sesuai dengan
kebutuhan belajarnya. Jika dilihat pada berita saat ini masih banyak kondisi
bangunan sekolah yang rusak, meja dan kursi yang tidak layak. Selain kondisi
sarana dan prasarana yang rusak, adapula sekolah yang siswanya sudah sebulan
belajar di lantai karena mereka tidak memperoleh meja dan kursi
akibat membludaknya peserta didik masuk pada tahun ajaran baru.
Kepala sekolah yang menjadi pimpinan
tertinggi disekolah seharusnya menjadi tauladan bagi warga sekolahnya. Tindak
tanduk kepala sekolah akan menjadi cerminan kehidupan disekolah. Kepala sekolah
yang tidak dapat memimpin sekolah mempunyai kekawatiran bahwa peserta didik
harus seluruhnya lulus dengan berbagai cara. Kekawatiran pada ujian nasional membuat beberapa kepala sekolah mencari jalan
mudah untuk membuat peserta didiknya agar tercatat mencapai kelulusan yang
tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya kepala sekolah yang terkena sangksi akibat menjadi sindikat jual beli lembar jawab
ujian nasional (LJUN) terkuak.
D. Alternatif Pemecahan
Masalah Isu Sosiologi Pendidikan Pada Jenjang Meso.
Sekolah seharusnya menjadi tempat
yang ideal bagi peserta didik untuk diberikan bekal pengetahuan, keterampilan
serta sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Peserta didik yang telah
menamatkan suatu pendidikan pada jenjang tertentu diharapkan sanggup melakukan
pekerjaan untuk modal mata pencahariannya, makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang makin besar pula harapannya untuk hidup lebih layak. Agar sekolah
mampu menghasilkan tamatan yang baik dan siap bekerja tentunya proses
pembelajaran berjalan baik dan pengawasan yang baik juga dilakukan oleh kepala
sekolah dan pengawas sekolah.
Guru yang merupakan ujung tombak
pendidikan diharapkan selalu mengembangkan diri melalui kegiatan-kegiatan
antara lain: pelatihan, studi banding atau berdiskusi dengan guru lain tentang
perkembangan pendidikan sehingga menjadi guru yang inovatif, kreatif. Kepala
sekolah diharapkan proaktif untuk mencari informasi dalam rangka pengembangan
kompetensi SDM sekolah. Selain itu Kepala sekolah seharusnya menciptakan
lingkungan belajar sekolah yang layak untuk proses belajar mengajar, yang
dilengkapai dengan fasilitas penunjang seperti perpustakaan, bimbingan dsb.
Peran Kepala sekolah sebagai manajer
tidak terlepas dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang dilakukannya. Fungsi-fungsi
manajemen yang dijalankan oleh Kepala sekolah seharusnya sesuai dengan rencana
dan dilakukan dengan baik dengan memanfaatkan semaksimal mungkin berbagai
sumber manajemen yang tersedia. Keteladanan Kepala sekolah selalu harus
tercermin dalam kegiatannya, ide dan pemikiran yang diharapkan cerdas untuk
menuju sekolah yang ideal.
E. Isu Sosiologi
Pendidikan Pada Jenjang Mikro.
Sosiologi pendidikan jenjang
mikro membahas interaksi sosial yang berlangsung dalam institusi pendidikan,
antara lain interaksi didalam kelas antara peserta didik dengan peserta didik, peserta
didik dengan guru, peserta didik dengan warga sekolah lainnya.
Profil guru di Indonesia diharapkan
memenuhi empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian dan
profesional. Guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan. Semua
komponen lain seperti kurikulum, sarana dan prasarana, biaya tidak akan banyak
berarti apabila interaksi antara guru dengan peserta didik tidak berkualitas. Seluruh
kegiatan pembelajaran disekolah yang bersifat intrakurikuler, kokurikuler dan
ekstrakurikuler harus menjamin bahwa peserta didik mendapat pendidikan yang
baik.
Isu sosiologi pendidikan pada jenjang
mikro antara lain bahwa guru dalam proses pembelajaran melakukan hal-hal yang
tidak semestinya seperti ada guru yang melempar peserta didiknya dengan batu
bata, guru yang merasa paling benar atau berkuasa menggunakan kekerasan baik
fisik maupun psikis.
Selain berinteraksi dengan guru, peserta
didik juga berinteraksi dengan peserta didik lain. Dalam interaksinya dengan peserta
didik lain tidak menutup kemungkinan terjadi bullying yang dilakukan oleh teman
ataupun kakak kelasnya. Bullying banyak terjadi pada saat kegiatan orientasi peserta
didik baru. Sebagai contoh baru-baru ini kekerasan yang dilakukan oleh senior
yang terjadi di UNILA mengakibatkan beberapa peserta didik dan mahasiswi baru
terluka setelah mendapatkan perlakukan kekerasan dari seniornya, bahkan ada
lima orang terpaksa dirawat dirumah sakit, beberapa diantaranya mengalami
trauma psikis (Republika, 15 September 2014).
F. Alternatif Pemecahan
Masalah Isu Sosiologi Pendidikan Pada Jenjang Mikro.
Dalam proses pembelajaran peran guru
sangat penting dalam membuat membuat suasana pembelajaran menyenangkan bagi
peserta didik. Guru harus merdeka pada saat mengajar, artinya bebas dari
tekanan kepala sekolah, pemilik maupun kurikulum. Interaksi antara warga
sekolah seharusnya tidak jauh dari pendidikan dan kegiatan ilmiah, sebagai
contoh pada kegiatan ekstrakuriluler yang wajib adalah kepramukaan dan kegiatan
lain ekstrakurikuler yang tidak wajib dipilih
dengan tujuan menumbuhkan sikap patriot dan kemandirian serta
mengembangkan bakat peserta didik.
Pendidik harus mempunyai sifat dan
sikap yang tauladan bagi peserta didik maupun orang lain. Seluruh warga sekolah
harus saling bekerja sama dalam rangka membuat pendidikan selalu berjalan ke
arah yang lebih baik. Selain itu diperlukan peran orang tua dalam mendidik dan
mengawasi anak dalam pergaulan baik dengan teman sekolah ataupun teman
dilingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Damsar.2012.Pengantar
Sosiologi Pendidikan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Gunawan,
Ari H. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.
Sudiarja
A. 2014. Pendidikan Dalam Tantangan Zaman. Yogyakarta. Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar